Bagong Suyoto selain seorang Penulis Buku juga merupakan
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup Indonesia (YPLHI)
WILTAnews.Online.Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Jumat. 26/07/2024 -“Air laut Muara Blacan Muaragembong tidak lagi biru, tetapi sudah berubah menjadi coklat tua menghitam pekat bak kilatan minyak dan olie dan sangat bau, akibat berbagai jenis limbah padat dan cair. Bak bumi “hantu belang” limbah yang semakin menghantui manusia dan mengancurkan lingkungan dan biota air.
Ketika musim hujan datang berbagai jenis sampah semakin banyak, apalagi limbah cair dari pabrik semakin banyak pula. Seakan tidak ada yang bisa menghentikan, meskipun itu pemerintah pusat, negara! Makanya seperti “hantu belang” penjajah lautan.
Menurut Bang Aziz atau Kuncen Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kerang Dara Desa Pantai Mekar Muaragembong, berjam-jam nelayan menjalan ikan tidak mendapatkan, kecuali sampah plastik. Penghasilan nelayan Muaragembong turun draktis, 60-70%. Biasanya 15-20 hari kerja bisa meraup sekitar Rp 20 jutaan. Mereka putus asa menuju klimaks. Dulu, Muara Blacan popular disebut lumbung dolar, sekarang sebagai lumbung penderitaan.
Bang Kuncen dan sejumlah nelayan kami (sebuah tim riset aksi) wawancari guna mendalami kasus pencemaran laut Muara Blacan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. Tim terdiri Bagong Suyoto (Ketua Koalisi Persampahan Nasional, KPNas dan Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia, YPLHPI), Khoidir Rohendi (Ketua Yayasan Al-Muhajirin Bantargebang), Rido Satriyo (Sekretaris Yayasan Kajian Sampah Nasional), Carsa Hamdani (Ketua Persatuan Remaja Burangkeng Peduli Lingkungan, PRABU-PL). Kegiatan penelitian masih berlangsung untuk beberapa bulan ke depan.
Entah sudah berapa ton sampah dari berbagai jenis plastik, styrefoam, dll yang mengendap di dasar laut Muara Blacan Muaragembong? Muara itu bagian dari laut Jawa. Belum lagi ditambah limbah cari semakin massif mengandung berbagai logam berat dari limbah buang ratusan pabrik menyatu di muara tersebut. Limbah pabrik dari alur Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL) dan Marunda Jakarta.
Akibatnya air laut berwarna hitam dalam balutan limbah dan lumpur sedimentasi serta sangat bau, seperti penuh kandungan kimia mematikan. Baunnya melebihi gunung-gunung sampah Bantargebang. Jutaan ton mikro plastik berbaur dan berakumulasi di sini. Ikan-ikan dan biota laut mabuk, oleng, terkapar dan mati.
Entah berapa besar kerugian akibat limbah yang mencemari Muara Blacan Muaragembong dan laut Jawa? Ada yang bilang sekitar Rp 250 triliun tiap tahun. Pikiran dan perilaku merusak lingkungan hidup dan tidak bertanggungjawab tergambar nyata di Muara Blacan?! Jutaan rumah tangga, ratusan mungkin ribuan pabrik/industri membuang limbahnya, sekarang berkumpulan di Muara Blacan Muaragembong.
Para pemimpin di pusat ibukota, pusat provinsi, pusat kabupaten/kota terlalu heboh dan sibuk dengan Pilpres, Pileg, dan sebentar lagi Pilkada! Menteri-menteri sibuk dengan IKN, Bansos, dan acara-acara seremonial meningkatkan kebanggaan status istimewa. Kementerian mana yang paling bertanggungjawab atas pencemaran sampah laut?!
Muara Blacan Terjajah Limbah
Muara Blacaan Muaragebong dijajah sampah padat dan cair, bagaikan “hantu belang” kutukan daratan yang tidak tertib pengelolaan sampahnya. Limbah cair itu berasal dari rumah tangga, limbah domestik dari rumah tangga, pembuangan tinja, diterjen, dll.
Sedang dari industri, limbah cair sebagian mengandung logam berat. Perlu penelitian ilmiah berapa jumlah pabrik yang membuang limbah cair ke Kali CBL dan yang melewati BKT Marunda menuju Muara Blacan? Dan berapa meter kubik voleme limbah cair tersebut?
Kasus pencemaran serupa dialami pesisir Panggelang Banten. Laporan “Laut Bukan Tong Sampah” Berkas KompasTV (2024) menceritakan, bahwa Pesona Bahari terancam sampah. Laut kita telah terjajah sampah. Contoh pesisir Pandegalang Banten, nelayan disini tak asing dengan kepungan sampah. Mereka tersandera dan terjajah sampah, yang didominasi sampah plastik, terutama sachset, kresek.
Sampah plastik, karung, dll kalau kena baling-baling susah, bisa patah. Mesin sering mati, karena tersangkut plastik dan karung. Dampak buruknya penghasilan nelayan rumyam, Rp 15 juta dalam sebulan, turun draktis kadang tak bisa melaut hingga berminggu-minggu. Ketika musim ombak besar, perahu hancur dihantam ombak. Nelayan tak bisa melaut, dilanda kesusahan, ujunj-ujungnya lari cari utangan ke rentenir. Sampah laut bikin lingkaran setan.
Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya, dibuang ke laut. Kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar atau sekitar 85.000 ton kantong plastik per tahun. (Bagong Suyoto, Beritasatu, 19/5/2022).
Jurnal berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean (2015) merilis, lima negara pemasok sampah plastik terbesar ke lautan yakni: Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Srilanka. Data tersebut menempatkan posisi Indonesia berada di nomor dua sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar di dunia. China menghasilkan jumlah sampah terbesar di laut, yaitu 262,9 juta ton sampah, Indonesia (187,2 juta ton), Filipina (83,4 juta ton), Vietnam (55,9 juta ton), dan Sri Lanka (14,6 juta ton).
World Economic Forum melangsir fakta sampah plastik di laut. Saat ini, ada lebih dari 150 juta ton plastik di perairan bumi. Jumlah itu bertambah 8 juta ton lagi setiap tahun. Bayangkan, ketika plastik yang lalu belum habis terurai, sudah datang lagi sampah baru!
Laporan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) menyebutkan, Indonesia hasilkan sampah plastik 6,8 juta ton/tahun, terus tumbuh 5%/tahun. Sekitar 4,8 juta ton/tahun sampah plastik salah kelola. Sebanyak 48% sampah plastik dibakar secara terbuka. Sebanyak 13% sampah plastik dibuang di tempat penimbunan terbuka resmi.
Luhut B. Pandjaitan Menko Marves menggaungkan upaya Indonesia untuk mengurangi kebocoran sampah ke laut sebagai bentuk komitmen dan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam memerangi permasalahan sampah plastik. Hal tersebut disampaikan Luhut pada Ecosperity Week 2023 di Singapura, 6-8 Juni 2023.
Pada acara bertema “Breakthrough for Net Zero” tersebut, Menko Luhut menyampaikan bahwa sejak diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, sampai dengan tahun 2022 Indonesia tercatat telah berhasil menekan kebocoran sampah ke laut sebesar 36% atau sebesar 217.702 ton dari baseline data kebocoran sampah laut tahun 2018 yakni sebesar 615.675 ton. (Menko Marves, 9 Juni 2024).
“Komitemen Tangani Sampah Laut, Menko Luhut: Indonesia Memberi Contoh Konkrit, Bukan hanya Wacana”, kata Luhut.
Dalam 4 tahun terakhir (2018-2022) Indonesia berhasil mengurangi sekitar 36% kebocoran sampah plastik di laut. Pernyataan itu disampaikan Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiati saat menjadi pembicara dalam salah satu side event Konferensi Tingkat Tinggi AIS Forum 2023 dengan tema “Toward a Global Plastic Treaty: Global Partnership to End Plastic Pollution and Marine Litter” di Bali pada 11 Oktober 2023.
Sejak tahun 2018, Pemerintah Indonesia telah menetapkan target yang ambisius dan meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada tahun 2025.
Fakta lapangan menjawabnya, bahwa rencana aksi nasional itu baru di atas kertas. Urusan komplek, pelik, ruset ini tidak bisa diselesaikan di meja konferensi, meja rapat, meja seminar?! Pencemaran plastik masih bertambah terus, dan tidak ada deteksi cepa, langkah konkrit dan signifikan terhadap pencemaran limbah cair, belakangan semakin massif dan menakutkan. Pencemaran Muara Blacan Muaragembong, Pesisir Pandeglang Banten, dll itu fakta serius sekali, bukan wacana.
Komitemen nyata Menko Marves Luhut ditunggu nelayan dan warga Muara Blacan Muaragembong. Kapan Menko Marves turun ke bawah ke Muara Blacan dan bicara dengan nelayan? Bisakah mengatasi semua limbah, bukan hanya plastik, melainkan juga limbah cair dari industri!
Dampak Laut Tercemar Sampah
Sampah plastik tidak mudah terurai, butuh waktu 100 tahun, 500 tahun, ada yang bilang 1.000 tahun untuk terurai sempurna. Itu plastik konvensional. Betapa bahayanya sampah plastik di laut.
Laut Indonesia, terutama laut Jawa dijajah sampah, didominasi sampah plastik, seperti kresek, kantong sachet, dll dan menakutkan limbah cair yang mengandung limbah beracun dan berbahaya (B3) dan limbah radioaktif dari pabrik, rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan.
Ada yang mengatakan, bahwa limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar, tiap tahun. Fakta lain berupa partikel-partikel sampah plastik (mikro plastik) tidak hanya memberikan dampak buruk bagi biota laut saja. Kemudian jika dimakan manusia, jelas menimbulkan berbagai penyakit.
Bahaya serta ancaman lain sampah itu butuh waktu ratusan tahun sebelum terurai sempurna. Dalam prosesnya sampah hancur menjadi partikel-partikel kecil, menyebar di seantero perairan dan tanpa sadar dikonsumsi oleh hewan-hewan di lautan. Sampah-sampah itu terus membunuh makhluk hidup di lautan. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention On Biological Diversity) pada 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies.
Dari 800 spesies itu, 40% nya adalah mamalia laut dan 44% lainnya adalah spesies burung laut. Data itu kemudian diperbarui pada Konferensi Laut PBB di New York pada 2017 lalu. Konferensi menyebut limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar, tiap tahun (Indonesia.baik.id).
Pemerintah harus segera bertindak jika terlambat “hantu belang” limbah akan menimbulkan tragedi kemanusiaan dan lingkungan hidup! Aksi nyata Menko Marves dan jajarannya sangat ditunggu nelayan dan masyarakat pesisir dan laut sekitar Muaragembong.
Ditulis oleh Bagong Suyoto