Dengan Tema “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Tata Kelola Sampah di Kabupaten Bekasi dalam Perspektif Pembela Lingkungan Dan HAM ” Yayasan Hatta Kali Soka Gelar Diskusi Publik

WILTAnews.Online.Kabupaten Bekasi – Diskusi Publik peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2024 yang bertemakan ” Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Tata Kelola Sampah di Kabupaten Bekasi Dalam Perspektif Pembela Lingkungan dan HAM ” digelar Yayasan Hatta Kali Soka dalam rangka menyikapi sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi yang masih carut marut dan perluasan TPA Burangkeng yang dianggap tidak sesuai peruntukannya. Kegiatan diskusi  berlangsung di Yayasan Hatta Kali Soka, Kp. Cinyosog , Desa Burangkeng, Kabupaten Bekasi.Minggu (11/08/2024)

Pemda Kabupaten Bekasi  melakukan pembebasan lahan, totalnya seluas 2,5 hektar dari 5 hektar yang ditargetkan, untuk memperluas area TPA Burangkeng yang sudah tidak mampu lagi menampung beban sampah sejak tahun 2019, dan hal ini sering mengakibatkan longsornya tumpukan sampah hingga hanyut ke aliran sungai.

Read More

Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan menaksir, perluasan lahan tersebut dapat menampung sampah hingga dua tahun kedepan atau pada 2025.

Ketua Prabu Peduli Lingkungan, Carsa Hamdani membantahnya. Menurut Carsa, penambahan lahan tersebut tidak berdampak signifikan dalam mengatasi situasi overload di TPA Burangkeng.

“Buktinya, sekarang saja sudah penuh sampah lagi. Jangan, kan, sampai dua tahun “sanggah Carsa.

Kondisi itu, dijelaskan Carsa, lantaran Pemda Kabupaten Bekasi menjadikan lahan 2,5 hektar itu sebagiannya sebagai akses jalan.

“Sedangkan dalam kajian kami, lahan tersebut harusnya diperuntukkan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah “ujarnya

“Sekarang sampah sudah menutup jalan,   kenapa jalannya tidak dibuka lagi,  bukannya malah membuat jalan baru dari lahan yang 2,5 hektar itu “lanjutnya.

Carsa juga mengkritik tempat pengolahan sampah yang justru dibangun di Kertamukti, Kecamatan Cibitung.

“Kami yang merasakan penyakitnya, bertahun tahun buang sampahnya di Burangkeng, tapi bangun fasilitas pengolahannya malah di daerah lain. Sekarang warga diminta membayar iuran sampah. Ini jelas menginjak-injak kami sebagai warga Burangkeng “tegasnya

Sementara, Ketua Koalisi Persampahan Nasional, Bagong Suyoto memaparkan, bahwa pengelolaan persampahan di Kabupaten Bekasi ini memang masih amburadul.

“Terkait TPA Burangkeng, dari hasil kajian cepat Koalisi Persampahan Nasional (KPNas),  Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) pada 2019 ditemukan 37-41 masalah “ujarnya

Dari 41 masalah itu, beberapa di antaranya adalah pengelolaan sampah di TPA Burangkeng masih menggunakan sistem open dumping. Dalam artian, sampah dibuang begitu saja tanpa perlakuan apapun.

“Selain itu, parahnya, TPA juga tidak memiliki instalasi pengelolaan air sampah (IPAS) permanen yang berfungsi 24 jam. Padahal itu penting “imbuhnya

Pasalnya, sebut Bagong Suyoto, persoalan sistem tersebut adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“IPAS yang tidak permanen itu, pada 2022 pernah tertimbun sampah karena longsor. Akibatnya, air sampah mengalir langsung ke Kali Burangkeng, mencemari sawah dan pekarangan warga,” jelas Bagong Suyoto

Ketua KPNas ini juga menyampaikan bahwa persoalan sampah di Kabupaten Bekasi  bukan hanya terjadi di TPA Burangkeng.

“Diwilayah Utara Bekasi, seperti di Muaragembong, limbah sampah yang keluar bukan hanya padat tetapi juga cair yang mengandung logam berat. Sehingga, nelayan itu merugi. Rupanya pengelolaan sampah di darat yang tidak tertib akan berdampak ke laut “ungkapnya.

Menurutnya, Kabupaten Bekasi sebagai bagian dari “Kota Metropolitan” penyangga Jakarta dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa, seharusnya memiliki sistem pengelolaan sampah yang jauh lebih modern. Pengelolaan sampah dimaksud harus muti teknologi yang bisa mereduksi sampah 80%-90%.

“Pengelolaan sampah yang baik akan menjadi berkah. Sebaliknya, pengelolaan sampah yang buruk akan melahirkan tragedi kemanusiaan “ujar Bagong Suyoto

Ketua Umum Amphibi, Agus Salim Tanjung menilai, bahwa sampah di Kabupaten Bekasi telah menjadi komoditi seksi yang bernilai ekonomi.

“Jadi masalah sampah tidak pernah selesai, terutama di Kabupaten Bekasi, soalnya jadi rebutan banyak pihak, apalagi limbah B3-nya “katanya.

Tanjung menilai, harus ada kebijakan dari berbagai pihak,

“Saya berharap Pemda menerbitkan Perda pengelolaan sampah “imbuh Ketum Amphini ini

Founder Indonesia Anti Corruption Network, Igrisa Majid menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi, khususnya di TPA Burangkeng, ada tiga hal yang menjadi persoalan. Yakni, hak asasi manusia, soal lingkungan, dan oligarki.

“Hak asasi manusia itu sangat diasosiasikan oleh negara, sedang dalam lingkungan hidup itu ada kompleksitas bagaimana soal kesejahteraan dan segalam macam. Kemudian terkait oligarki, ini sekelompok orang yang punya kekuatan duit. Artinya, kita bicara soal pengusaha dan penyelenggara negara. Ketika mereka sumbat semua, siapa yang dirugikan? Sudah pasti masyarakat. Ini kekuatan oligarki “ungkapnya.

Lantas bagaimana melawannya? “Ya, dengan kegiatan-kegiatan seperti ini. Masalahnya, dan yang harus (selalu) dibahas, kita solid gak? Kalau tujuannya cuan, ya misinya gagal “tegas Igrisa

Hal senada diungkapkan pula oleh Anggota DPRD Kabupaten Bekasi terpilih Periode 2024-2029 Sarif Marhaendi, SE. Menurutnya, kegiatan-kegiatan semacam ini harus sering digaungkan.

“Sebab persoalan lingkungan ini tidak bisa selesai hanya dengan pemerintah. Oleh karena itu, saya berpesan untuk terus lah melakukan kegiatan seperti ini. Makanya saya sudah usulkan untuk masuk komisi 3, karena ingin bermanfaat untuk masyarakat terutama di Desa Burangkeng ini “pungkas Sarif. (Red)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *