Pengelolaan Sampah Kabupaten Bekasi Butuh Multi- Teknologi dan Partisipasi Masyarakat                       (oleh Bagong Suyoto)

WILTAnews.Online.Kabupaten Bekasi – Materi ini disampaikan dalam diskusi publik bertema: “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Tata Kelola Sampah di Kabupaten Bekasi”. Diskusi diselenggarakan oleh Yayasan Hatta Kali Soka di Burangkeng Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi.Minggu (11/08/2024)

Diskusi Publik tersebut menghadirkan narasumber diantaranya Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Agus Salim Tanjung Ketua AMPHIBI, Yopi Oktavianto Kawali Kabupaten Bekasi, Igrisa Majid Founder Indonesia Anti-Coruption Network, Carsa Hamdani Ketua PRABU Peduli Lingkungan dan Sarif Marhaendi anggota DPRD terpilih 2024-2029.

Read More

Pada zaman modern kita tidak bisa mengandalkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Pendekatan end of pife solution merupakan pendekatan konvensional dan sudah ketinggalan zaman. Karena dampak buruknya berupakan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akan semakin massif dan ancaman Kesehatan Masyarakat semakin besar.

Pendekatan konvensional di atas bertentangan dengan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81/2012, Keppres No. 97/2017 dan peraturan terkait. Mandatnya, sampah diolah dari sumber dengan multi-teknologi dengan melibatkan masyarakat. Tetapi faktanya, sampah hanya ditumpuk menjadi gunung-gunung sampah.

Dalam konteks tersebut sangat jelas mengabaikan warga sekitar yang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat dan berkelanjutan. Bahwa Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 65 Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 33/1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.

Apa yang terjadi dengan pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi sekarang? Permasalahan sampah belum mampu ditangani mulai dari sumber hingga TPA Burangkeng. Bahkan, masih banyak ditemukan pembuangan liar dan pinggir Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL), Kali Pisang Batu di Tarumajaya, dll. Sampah yang dibuang ke bantaran dan badan kali tersebut terbawa air hingga Muara Blacan Muaragembong.

Selain ditemukan sampah rumah tangga di TPS liar, ditemukan juga pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) di sejumlah titik di Kabupaten Bekasi. Satu titik sudah ditertibkan Gakkum KLHK. Diperkirakan akan terus bermunculan TPS illegal di wilayah Kabupaten Bekasi sekarang dan mendatang.

Beberapa faktor utama munculnya TPA liar sebagai berikut: Pertama, cakupan wilayah Kabupaten Bekasi sangat luas, dan jarak yang terjauh dengan ibukota kabupaten mencapai 60-65 Km sedang jarak dengan TPA Burangkeng Kecamatan Setu bisa mencapai 75-80 Km. Kedua, pertambahan penduduk dan pemukiman warga, real estate dan rumah kontrakan.

Ketiga, sementara pemukiman warga, real estate, rumah kontrakan tidak menyediakan sarana prasarana pengelolaan sampah. Keempat, tidak ada sarana prasarana dan pelayanan kebersihan atau tingkat pelayanan rendah. Kelima, adanya kesengajaan dari sejumlah orang untuk membuka usaha TPA liar dengan alasan menciptakan lapangan kerja. Keenam, TPA liar merupakan solusi tercepat dan terbaik saat ini. Ketujuh, tidak adanya pengawasan dan penegakkan hukum yang ketat dan rutin.

Berdasarkan investigasi 23-24 Juli 2024 sampah/limbah yang mengendap di Muara Blacaan Muaragembong berupa sampah padat dan cair yang diduga kuat mengandung berbagai logam berat. Akibatnya ikan di laut, tambak udang, tambak bandeng pada mabuk, oleng, terkapar mati. Buntutnya nelayan dan petambah mengalami kerugian besar, 60-70%.

Permasalahan TPA Burangkeng
Sepanjang akhir 2023 sampai Agustus 2024 kondisi TPA Burangkeng boleh dibilang kondisinya semakin parah. Hampir setiap hari terjadi antrian truk sampah, yang mau membuang ke zona aktif. Beberapa kali terjadi longsor hingga jalan utama. Hal ini dibarengi tumpakan leachate ke jalan dan saluran air, selanjut ke kali.

Apalagi, sekarang TPA Burangkeng praktis tidak memiliki instalasi pengolahan air sampah (IPAS), sebab terurug sampah beberapa tahun lalu. Bahkan, leachate-nya mengalir ke mana-mana; kali, sawah, pekarangan warga. Boleh dipastikan pencemaran iar, tanah dan udara semakin massif.

Padahal TPA Burangkeng dijadikan andalan tujuan akhir seluruh wilayah Kabupaten. Sekitar 800-900 ton sampah dibuang ke sini. Tingkat pelayanan diperkirakan hanya 42-45%, lalu sisanya ke mana? Apakah sampah Muargembong dikirim ke TPA Burangkeng? Jaraknya sekitar 64 Km, tentu biaya operasional sangat tinggi.

TPA Burangkeng tak mampu menampung timbulan sampah yang begitu banyak tanpa didukung multi-tenologi dengan partisipasi masyarakat. Sekarang ini pengelolaan TPA tersebut mengalami deadlock. Tampaknya, butuh sumberdaya manusia yang profesional dan berpengalaman dan didukung multi-teknologi.

Kajian Cepat TPA Burangkeng
Rapid Assessment Pengelolaan TPA Burangkeng yang dilakukan pada 2019-2020 ditemukan sebanyak 37-41 masalah. Kajian cepat dilakukan Persatuan Pemuda Burangkeng Peduli Lingkungan (PRABU-PL), Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) dan Karang Taruna Burangkeng. Hal ini diperkuat hasil Rapid Assessment yang dilakukan Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tahun 2019.

Berikut ini temuan kajian cepat, diantaranya: (1) TPA Burangkeng dikelola dengan distem open dumping; (2) Infrastruktur jalan TPA Burangkeng buruk; (3) Tidak ada penanggungjawab jalan menuju TPA Burangkeng; (4) AMDAL TPA Burangkeng tidak jelas: (5) Sarana pencucian kendaraan belum ada; (6) Workshop/bengkel belum ada; (7) Gudang belum ada: (8) Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) dengan melibatkan warga belum ada; (9) Tumpukan sampah dan zona TPA semrawut; (10) Resiko sampah longsor cukup besar; (11) Kebakaran sampah pada musim kemarau.

(12) Penataan sampah dan cover-soil tidak sesuai standar; (13) TPA tidak punya infrasturktur dan sistem drainase keliling; (14) TPA tidak membangun pagar dan green-belt keliling; (15) Sampah longsor ke tanah warga; (16) Pepohonan mati; (17) Sampah dan leachate melimpas ke tanah warga; (18) Manajemen leachate dan gas-gas sampah tidak ada; (19) IPAS tidak memenuhi standar dan tidak dioperasikan (sekarang teurug sampah); (20) Sumur pantau tidak ada.

Selanjutnya, (21) Pengujian laboratorium dan laporan tidak ada; (22) Leachate masuk ke sawah dan merugikan petani; (23) Kali sekitar TPA tidak diturap timbulkan bencana; (24) Jembatan menuju gerbang TPA tak terawat penuh sampah; (25) Belum ada kegiatan penghijauan; (26) TPA tidak punya taman dan RTH.

(27) Upah karyawan TPA sangat kecil; (28) Pengobatan gratis dan mobil ambulance tidak ada; (29) Kompensasi tunai tidak ada/belum semua warga; (30) Bantuan air bersih belum memadai; (31) Partisipasi masyarakat terbatas dan semu; (32) Teknologi Pengolah Sampah sangat kecil dan tidak dimanfaatkan (kini terurug sampah); (33) Bantuan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat seperti untuk program 3R sampah belum ada;

(34) Bantuan sarana pendidikan dan ibadah secara rutin belum ada; (35) Pembinaan pelapak dan pemulung belum dilakukan secara permanen dan serius; (36) Manajemen tertutup dan sarat korupsi dan suap; (37) SDM mayoritas tidak professional; (38) Beberapa bangunan teurug sampah; (39) Perawatan alat berat kurang berkualitas; (40) Didominasi sampah impor, terbesar sampah plastic; (41) Pengawasan dan peneggakan hukum tidak jelas dan lemah.

Solusi Koprehensif dan Berkelanjutan
TPA Burangkeng dikelola dengan sistem open dumping. Sistem open dumping atau pembuangan terbuka dilarang oleh UU No. 18/2009 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan peraturan terkait.

Dalam peraturan perundangan hanya dua sistem pengelolaan TPA yang diperolehkan, yaitu Controll Landfill dan Sanitary Landfill. Sedang kota metropolitan yang pendudukannya lebih 2 juta jiwa harus menggunakan sistem Sanitary Landfill. Berarti pengelolaan TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi harus menggunakan Sistem Sanitary Landfill, nyatanya masih menerapkan sistem open dumping.

TPA Burangkeng harus dikelola dengan Sistem Sanitary Landfill sesuai mandat UU No. 18/200 PP No. 81/2012, Keppres No. 97/2017 dan peraturan terkait. Kabupaten Bekasi sebagai kota metropolitan yang pendudukannya lebih 2 juta jiwa harus menggunakan sistem Sanitary Landfill atau TPA Ramah Lingkungan.

Bila Pemerintah Kabupaten Bekasi, terutama Bupati dan DPRD memiliki komitmen dan political will yang kuat untuk memperbaiki pengelolaan sampah di seluruh wilayahnya dan merevitalisasi total TPA Burangkeng dengan dukungan teknologi modern dan canggih skala menengah atau besar maka peran TPA dapat ditingkatkan secara signifikan. Sebab Bupati dan DPRD yang menentukan dan yang membuat kebijakan, prioritas program/proyek, menentukan anggaran, dll.

Sebaiknya guna perbaikan secara signifikan, komprehensif dan berkelanjutan pengelolaan sampah Kabupaten Bekasi dan TPA Burangkeng diberikan porsi alokasi anggaran besar, setidaknya 5-10% dari total APBD. Anggaran tersebut harus digunakan secara hati-hati, tepat sasaran, transparan, akuntabel dan partisipatif.

Pilihan dan penentuan teknologi pengolah sampah berkualitas mulai dari sumber hingga TPA menjadi prioritas saat ini. Terutama di TPA Burangkeng, teknologi pengolahan sampah sangat dibutuhkan guna mengolah dan mereduksi gunung-gunung sampah yang semakin tinggi. Juga dapat mengembalikan sampah menjadi sumber daya dan bernilai ekonomis.

Kegiatan riel yang harus dilakukan adalah memperbaiki dan melengkapi seluruh sarana prasana utama dan pendukung TPA Burangkeng sesuai ketentuan peraturan perundangan, penyediaan anggaran yang memadai untuk pengelolaan sampah dan TPA. Melakukan pengolahan sampah didukung multi-teknologi modern dan canggih skala besar.

Selanjutnya, memperbaiki dan mengolah leachate di IPAS sesuai standar dan mengoperasikan selama 24 jam penuh, membuat RTH, green-belt dan penghijauan keliling TPA, melibatkan warga dan pemuda secara penuh, pemulung serta pelapak sekitar dalam pengelolaan TPA Burangkeng, membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan TPA Burangkeng dan disahkan oleh Bupati Kabupaten Bekasi.

Peluang dan jalan terbuka lebar untuk memperbaiki pengelolaan sampah mulai dar sumber menggunakan multi-teknologi dengan melibatkan berbagai stakeholders. Pengelolaan sampah yang baik dan benar akan membantu melestarikan lingkungan dan harapan hidup lebih panjang.(Red)  

   

Bagong Suyoto                                            Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAs) Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *