WILTAnews.Online.Kota Bekasi – Ancaman serius terhadap bumi dan umat manusia adalah polusi berasal dari limbah/sampah padat dan cair yang mengandung berbagai logam berat. Salah satu jenis sampah yang jadi perhatian dunia internasional adalah sampah plastik konvensional.
Plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (non-biodegradable). Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi (terurai) dengan sempurna. Sampah plastik dapat mencemari tanah, air, laut, bahkan udara. Bahkan, plastik yang hancur menjadi mikroplastik dan mengancam biota perairan. Siklusnya, mikroplastik dimakan ikan kemudian ikan dimakan manusia, ujungnya manusia makan plastik.
Kondisi saat ini bahwa pengelolaan sampah masih buruk. Banyak sampah liar. Sungai jadi tong raksasa sampah. Tragedi lingkungan terjadi akibat berbagai jenis limbah menuju ke pesisir dan laut, seperti plastik, styrefoam, busa, karet, kain, kayu, dll. Contoh kasus ini melanda perairan utara Jawa. Indonesia disebut sebagai salah satu penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua, setelah Cina.
Sampah plastik dan styrefoam mendominasi sampah di TPST/TPA, dan yang masuk ke sungai menuju pesisir dan laut. Maka plastik konvensional menjadi tantangan sendiri bagi masa depan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Roadmap Atasi Sampah Plastik
Oleh karena pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia berupaya mengatasi persoalan sampah plastik tersebut. Beberapa kementerian telah mengeluarkan peta jalan (roadmap) untuk mengatasi persoalan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Kementeri Perencanaan Pembangunan Nasinal/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), dll telah mengeluarkan peta jalan untuk 2022-2045.
Pemerintah menekankan pentingnya pengelolaan sampah sistem 3R (reduce, reuse, recycle), dan lainnya menerapkan circular economy untuk memperoleh nilai tambah secara ekonomis dan melindungi ekologi.
Laporan National Plastic Action Partnership, Kemenko Marves 2019 menyebutkan, bahwa: 1) Indonesia sebagai pencemar laut terbesar kedua setelah RRT/China akibat sampah plastik; 2) Indonesia menghasilkan sampah plastik 6,8 juta ton/tahun, terus tumbuh 5%/tahun; 3) Sekitar 4,8 juta ton/tahun sampah plastik salah kelola; 4) Sebanyak 48% sampah plastik dibakar secara terbuka; 5) Sebanyak 13% sampah plastik dibuang di tempat penimbunan terbuka resmi. 6) Sementara sampah plastik yang mengalir ke laut sekitar 30%.
NPAP merupakan kolaborasi multipihak yang bertujuan untuk mengurangi 70% sampah plastik di lautan Indonesia pada 2025. Dalam NPAC mempunyai rencana aksi.
Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah Plastik disusun berdasarkan pendekatan preventif dan menggunakan hierarki sampah terkait 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan nasional pemerintah berdasarkan pernyataan kebijakan, “Vistas of Prosperity”, serta pandangan (sebagaimana tercantum dalam “Kebijakan Lingkungan Berkelanjutan”) bahwa “Perekonomian linier di mana produsen memproduksi barang dengan menggunakan penggunaan bahan baku yang ada dan pembuangan limbah ke lingkungan akan digantikan dengan ekonomi sirkular dimana limbah suatu industri dapat digunakan sebagai bahan baku di industri lain (Re-Use, Recycle, Re-Purpose). Hal ini akan menciptakan zona eko-industri dan membuka jalan bagi ekonomi hijau”.
Pendekatan yang dibahas dalam laporan ini juga sesuai dengan Kebijakan Nasional Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Nasional Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan. Penting untuk memprioritaskan pendekatan 3R dan berupaya menuju Zero Landfill. Kegiatan utama dari rencana ini adalah memfasilitasi pengumpulan sampah plastik yang telah dipilah dan mendaur ulang sampah plastik sebagai bisnis yang menguntungkan untuk menghasilkan bahan baku berkualitas bagi industri plastik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, Sirkular Ekonomi untuk masa depan penanganan sampah plastik di Indonesia. “Persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya serta pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dengan baik. Konsep Circular Economy adalah pemikiran paling ideal, karena Indonesia masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai negara sedang menuju negara maju.
Kemenko Marves (2019) memberi solusi. Sampah plastik harus dipilah berdasar geografi dan jenis plastik. Perlu tindakan dan investasi di seluruh sistem plastik: Pertama, mengurangi atau mengganti penggunaan plastik untuk penggunaan 1 juta ton pada 2025 (13%). Kedua, merancang ulang plastik dan kemasan plastik agar dapat digunakan kembali atau didaur-ulang dengan nilai tinggi. Ketiga, menggandakan pengumpulan plastik.
Keempat, menggandakan kapasitas daur ulang. Kelima, membangun atau memperluas fasilitas pembuangan akhir terkendali. Keenam, sistem plastik yang sirkular dan bebas polusi pada 2040 dapat menurunkan biaya sistem sampah dan memaksimalkan manfaat lingkungan dan sosial.
Salah satu cara yang terbaik dan dimintai banyak orang, bahwa sampah plastik harus didaur-ulang. Sebetulahnya dikelola dengan sistem 3R. Tujuannya adalah (1) untuk mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. (2) Mengurangi pencemarann dan kerusakan lingkungan. (3) Memenuhi kebutuhan bahan baku. (4) Meningkatkkan nilai tambah. (5) Mengembalikan sampah menjadi sumberdaya. (6) Menghemat sumberdaya. (7) Menghemat energi suatu perusahaan.
Pemberdayaan Pengelola Sampah 3R
Pekerjaan besar menangani sampah plastik tidak akan berhasil tanpa melibatkan berbagai stakeholders, terutama aras bawah pelaku circular economy, seperti pemulung, pelapak, pencacah plastic, tukang sortir, dll. Mereka ini merupakan andalan dan garda terdepan circular economy Indonesia. Kelompok-kelompok tersebut harus dimasukan dalam framework pemberdayaan pengelolaan sampah sistem 3R.
Kegiatan ini harus melibatkan berbagai stakeholders dalam pemberdayaan masyarakat/kelompok, seperti kelompok pemulung, pelapak, penacacahan plastik hingga pabrik proses biji plastik dan daur ulang di sekitar TPST Bantargebang. Aktivitas tersebut juga dapat melibat Bank Sampah, PKK, Karang Taruna, komunitas pemuda, komunitas perempuan, pekerja kesejateraan sosial, dll.
Contoh pengelolaan sampah plastik di kawasan TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu Kota Bekasi dan TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi. Proses siklus kegiatan pemberdayaan kelompok 3R tersebut, dimulai pemulung mengais semua jenis sampah (gabrugan) di TPST/TPA, sampah dikumpulkan di depan gubuknya dan disortir sebagian, kemudian disetor/dijual ke pelapak, lalu sampah dipilah dalam bentuk partai besar, misal PET, emberan, mainan, naso, PK, dll.
Seterusnya, sampah yang disortir dalam partai besar dijual ke pelapak, di sini sampah disortir lagi lebih detail dalam partai kecil, misal pemisahan jenis PP dan HD serta pisah warna (putih, merah, hijau, biru, kuning, hitam). Selanjutnya, hasil cacahan plastik dijual ke pabrik proses biji plastik /pallet dan industri daur ulang.
Tujuan utama sortir sampah itu agar memudahkan proses selanjutnya dalam fase-fase daur ulang plastik. Kedua, meningkatkan nilai tambah atau harga jual sampah plastik. Sortir merupakan kunci utama dari daur ulang plastik.
.
Keterlibatan mereka dan kelompok-kelompok yang lebih banyak agar dapat meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Kegiatan pemberdayaan ini bisa menciptakan kemandirian dan social entrepreneur dalam memperkuat circular economy. Rancangan dan implementasi pemberdayaan pengelola sampah 3R memperkuat circular economy selayaknya disebarluaskan agar menjadi gerakan massif.
Dalam konteks pemberdayaan pengelolaan sampah plastik di sekitar TPST/TPA, persoalan dan tantangan terbesar adalah permasalahan berkaitan dengan harga sampah pungutan hingga cacahan yang turun secara draktis selama berbulan-bulan. Hal ini menyebabkan daya beli sangat lemah. Sejumlah pelapak dan usaha pencacahan plastik bangkrut. Masa depan mereka jadi suram sekali.
Juga persoalan yang sangat kompleks dan rumit, maka perlu adanya intervensi pemerintah. Karena pada umumnya mereka hidup dalam kubangan lingkungan tercemar, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Mereka suaranya tak terdengar dan jauh dari para pengambil kebijakan di ibukota. Mereka bagian dari korban buruk pembangunan.
Bayangkan pemulung, pelapak kecil hidup di gubuk-gubuk kumuh, bacin, sanitasi sangat buruk! Pemukimannya sangat tidak layak. Mereka menunggu kebaikan “dewa penolong” datang memberikan sesuatu yang berguna untuk melanjutkan hidupnya.
Namun, “dewa penolong” itu lama, lama sekali ditunggu, tidak datang, hidup mereka menuju sekarat dan sebentar lagi ajal menghampiri liang lahat. Tak disangka-sangka yang datang malah lintah darat, sang rentenir pemuja rente, penghisap darah dan penjerat leher mereka. Kemiskinan dan keterhimpitan seringkali menghancurkan akidah, moralitas dan integritas manusia.
Intervensi pemerintah yang diminta mereka, diantaranya: 1) Melakukan advokasi/ pendampingan berkelanjutan. 2) Memberikan fasilitasi dan dukungan permodalan, teknologi, pasar dan informasi daur ulang secara cepat. 3) Memberi insentif. 4) Memberi disinsentif/sanksi hukum bagi pencemar. 5) Menjaga stabilitas harga sampah pungutan domestik. 6) Mengurangi dan menyetop impor sampah dan bahan baku biji plastik. 7) Memberlakukan kebijakan dan peraturan tentang Extended Producer Responsibility (EPR).
Pemerintah harus responsif dan bergerak cepat menolong pelaku circular economy aras rantai bawah pemasok bahan baku industri daur ulang. Jangan biarkan mereka merana dan mati membawa kebangkrutan, kemiskinan dan hutang.(Red). Ditulis oleh : Bagong Suyoto (14/8/2024)